Riuh Kota, Hingga Menulis Tentangnya Juga



Riuh Kota, Hingga Menulis Tentangnya Juga
Eka Wanora Afiza

Di tanah kota yang bising
Nampaknya aku terlihat seperti orang asing
Wajah-wajah orang yang tatapan sinis
Dan ada juga bertopeng manis
Dari arah timur kuberlaju, diarah barat ketemukan titik dimana
Aku harus mewujudkan semua
Mimpi yang sempat terbaca
Merangakul suasana-suasana yang tercekam akan riuhnya kehidupan kota
Lalu lalang kendaraan yang berselewanan

Ku telusuri arah dari pojokan samping gerbang kampus
Dengan rasa tiada pupus
Ku menatap dari arah barat, dan menemukan segerombolan orang
Membakar sampah, dengan melumatkan kata-kata pedas
Ternyata mereka sedang menegakkan keadilan,

Di lain tempat,
Adapula segerombolan orang yang sedang asik menari-narikan tangannya
Melontarkan beberapa pendapat
Dan ada juga mendengarkan dengan seksama
Ku berpikir, ke dasar diam ku mencoba
Layaknya ini adalah tempat yang strategis, menjunjung harap,Dengan sejuta senyum, mendambakan mimpi yang masih bergantungan
Rasanya betah akan berbaur dengan mereka

Setiap kata yang dilumatkan para petinggi
Berbuah manis dalam sanubari, kujadikan sebuah motivasi
Bagaimana menjalani kehidupan kini, ternyata inilah ku temukan disini

Berbeda di perkampungan, dedaunan hijau menghiasinya
Suara air sungai bening mengalunkan iramanya
Membuat suara burung-burung bercincang dengan senangnya
Dari jauh keramaian jalan raya, dengan setapak jalan yang masih sama
Segenap perasaan masih hampa, ingin menggapai semua itu dengan nyata
Tiada lagi jeirtan tangis, dan kata psimis

Mendadak berpikir,
Ternyata di dalam otak ku dikota, aku menyamankan diri
Menemukan para aktivis seni, dengan sejuta senang kutorehkan
Dan banyak sekali ku dapatkan, walaupun aku tahu pada dasarnya
Tempat yang ternyaman adalah asal mula

Namun . . .
Kenapa? Ketika pulang, cibiran orang-orang menganggap masih sama
Yang mungkin menganggap hidupku sangat membosankan
Tanpa aroma liburan, tanpa aroma-aroma keramaian,
Yang tidak sama halnya dengan anak yang lain
Dengan terkikisnya pikiran dengan memikirkan hal seperti ini
Tiada lain, anya menenyenagkan diri? Melumatkan habis duit orangtua?
Akan ada masanya, dimana bersenang-senang, dan dimana bersakit-sakit akan kulakukan
Mata mungilku tertuju pada baris-baris tulisan yang tersedia
Bukan aku yang hobi membaca
Hanya saja tergantung hati dan suasana
Oh itu aku yang sebenarnya

Dari pojokan sana, terlihat sekumpulan orang tertawa liar
Sibuk membahas realita dunia
Namun. . .
Aku tak pandai mengkaji itu seluruhnya
Di pikiranku hanya bgaiamana mewujudkan mimpi yang sudah terencana

Dalam ruang yang sunyi,
Hanya mendengar suara jarum jam yang berdetak berbunyi
Tiada yang bisa mendobrak pintu yang penuh debu kasur ini
Terduduk kutermenung kini, Bukan maksudnya aku murung
Ku banjiri kertas dengan tinta hitam meski harus memilih diksi
Tidak merasa kesepian walau sendiri
Karna ku ditemani suara damai mengantarkan imajinasi
Yang kini,
Hanya bisa ku berdongeng sepi

Sajak kini, 26 Juni 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

O P I N I | Learn, Try & Do

Awas, Indonesia di Bawah Bayang-bayang Resesi Ekonomi